Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ruang Kosong (Part 6)

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Assalamu’alaikum Wr. Wb

 

Ruang Kosong (Part 6)

By : Muhshal Misbah

******

Di mobil, ayah menunggu dengan perasaan cemas. Sudah lebih dari satu jam ibu belum juga kembali. Beberapa kali ayah ingin menemui ibu ke dalam. Tapi diurungkannya niatnya itu agar tidak membuat istrinya itu marah.

Suasana klinik begitu sepi. Tidak ada seorangpun pasien lain yang datang ingin menggugurkan kandungannya ke sana.

Ayah mulai berpikir yang tidak-tidak. Ia mengelap keringat yang membasahi dahinya.

Ia melirik arlojinya. Setengah jam lagi sudah berlalu. Ayah menyandarkan kepalanya di kaca mobil. Entah apa yang ada di pikirkannya saat itu. Yang jelas, wajahnya menunjukkan kegelisahannya.

" Tuk tuk tuk ! ".

Suara ketukan jari di kaca mobil mengejutkan ayah. Seorang suster berdiri di luar sana dengan menuntun tubuh ibu yang terlihat lemah.

Ayah membuka pintu mobil lalu merangkul tubuh ibu dan menempatkannya di sebelahnya.

Ibu terlihat sangat lelah. Keringat membasi wajahnya. Poninya terlihat berantakan. Ia memejamkan matanya. Mungkin menahan rasa sakit yang masih merajam bagian bawah perutnya.

Ayah mencoba mengambil tas jinjing yang di peluk ibu dengan kuat untuk di taruh di kursi belakang mobil . Ibu malah memberontak tak mau memberikannya dan malah memeluknya lebih kuat lagi. Melihat kondisi ibu, ayahpun tidak mau memaksa.


**

Di tempat tidur, ibu melepaskan penatnya. Tubuhnya diam tak bergerak sama sekali. Ayah memijit mijit tangan dan kaki ibu.

" Bukan di situ yang sakit. Kenapa kau sok peduli ? " kata ibu dengan mata terpejam.

Tangan ayah menjauh dari tubuh ibu yang terlihat tak berdaya itu. Mulutnya bergerak-gerak ingin mengatakan sesuatu. Tapi ia mengontrol lidahnya untuk tidak mengatakan apapun. Jika tidak, mungkin kemarahan istrinya itu tidak dapat dibendung.

 

**

Ibu sakit katanya. Malam ini, ayah yang akan menyiapkan makan malam untuk kami. Dia sedikit kerepotan. Dia tidak ahli dalam menjinakkan api di kompor gas sampai-sampai api itu menjilati jari-jarinya hingga ayah menjerit dan membuat kami kaget. Ayah menatap kami dengan tatapan serius lalu menghembuskan nafas berat.

" Bagaimana kalau kita beli makanan di luar ? " tanya ayah memberi saran pada kami.

" Bagaiman kalau ibu memasak sesuatu untuk kalian ? " tanya ibu yang sedang berdiri tidak jauh dari kami. Sepertinya ibu sedang memperhatikan kerepotan ayah sejak tadi dan tidak ada satupun dari kami yang menyadarinya.

" Apa kamu baik-baik saja ? " tanya ayah yang khawatir dengan kondisi ibu. Padahal sebelumnya ibu tidak bisa bangun sama sekali.

Ibu menyalakan kompornya kembali. Dapur terlihat berantakan.

Ayah menawarkan bantuan. Tapi ibu menolaknya karena ibu bisa melakukannya sendiri. Ibu meminta ayah untuk menunggu di meja makan bersama kami. Ayah menurutinya dan tidak bicara banyak.

 

**

Ahirnya, masakan ibu mendarat di meja makan. Dari baunya saja, sepertinya lezat sekali. Aku belum pernah melihat masakan ibu yang seperti ini. Ketika aku mencobanya membuatku terus ingin tambah lagi. 

Dagingnya enak sekali. Sangat lembut. Makanan ibu kali ini benar-benar menggoyang lidahku.

" ibu tidak makan ? " tanyaku ketika melihat ibuku yang hanya menonton kami makan.

Ayah menoleh ke wajah ibu.

" Ibu kan sedang sakit. Jadi ibu tidak boleh memakan ini " jawab ibu sembari tersenyum.

Aku melanjutkan makanku. Ayah mulai berhenti makan. Ibu malah menambahkan nasi ke piring Ayah.

" tidak usah pedulikan aku. Aku senang melihat kalian makan dengan lahapnya " kata ibu membujuk ayah agar melanjutkan makannya.

Tisa bersendawa lalu pergi begitu saja dan di susul Naya beberapa saat kemudian meninggalkan meja makan.

Aku menyelesaikan suapan terahirku lalu terburu-buru minum lalu meninggalkan ibu dan ayahku di dapur. Beberapa hari terakhir ibu sering bertengkar dengan ayah. Aku rasa aku harus memberi mereka waktu berdua untuk bicara.

Melihat aku pergi, ayah menyelesaikan makannya. Sekali lagi, ibu menambahkan nasi ke piring ayah.

" Kau harus menghabiskannya. Lauknya masih banyak. Kata Bayu ini sangat lezat. Kau tidak suka ? " bujuk ibu. 

" sayangkan kalau di sisakan. Ini tinggal sedikit lagi..".

Bujukan ibu sangat jitu. Ayah tak bisa menolak ketika suara lembut ibu benar-benar masuk ke telinganya.

" Padahal aku sudah kenyang sekali. Ya sudahlah, ini yang terahir " kata ayah tersenyum.

Ayah kembali melahapnya. Ibu duduk menopang dagu di meja makan menonton ayah menguyah makanan dengan lahapnya.

Padahal tinggal hanya sesuap lagi, ayah sudah lebih dulu menumpahkan minuman ke mulutnya di ikuti suara bersendawanya yang menggelegar.

" tuh, aku sudah kenyang,kan ? ".

" Tinggal sesuap lagi. Sayang, kan ? " bujuk ibu lagi.

Suapan terahir menggunung di sendok ayah. Tiba-tiba sendok ayah terhenti di depan mulut ayah. Ayah kaget. Matanya melototi isi sendok itu lalu sendok berisi lauk dan nasi itu jatuh menghantam piringnya. Butir-butir nasi berserakan di meja makan.

" Tuh, kan. Tisa aja nggak gini cara makannya.." kata ibu lalu memungut butir-butir nasi yang berserakan itu.

" Wanita gila.. ".

Nada suara ayah tidak terlalu tinggi. Tapi dia terlihat sangat marah. Dia melototi ibu, lalu menyirami air sisa minumannya ke wajah ibu.

" Kau benar-benar gila ! ".

*BERSAMBUNG KE PART 7….*


Semoga Bermanfaat
“ Tinggalkan Sebuah Komentar Anda Berupa Kritik/Saran Yang Bersifat Membangun”

Wassalam

Teuku Taufik
Teuku Taufik Hi, Taufik disini dan Saya adalah seorang pembelajar yang menyukai kegiatan Blogging, Digital Marketing, Traveling

Post a Comment for "Ruang Kosong (Part 6)"